![]() |
Foto dokumentasi pribadi |
Aku akan menunggumu di Taman belakang Masjid Salman ITB
Hanya itu pesan yang dia kirim malam
ini, akupun terlelap dengan sebuah khayalan apa yang akan aku lakukan esok jika
aku bertemu dengannya.
---
“apa
kabar?”
“aku
baik. Bagaimana denganmu?” aku memperhatikan setiap detail sosok lelaki di
depanku. Masih dengan rambut yang seperti tak pernah disisir, kaos belel dengan
warna abu kesukaannya dan tentu saja dengan motor matic yang dia gunakan semasa kami kuliah dulu. Jujur saja aku
rindu lelaki ini.
“aku juga
baik. Lama tak bertemu.”
Iya, dan aku rindu padamu. Namun kata ini yang datang dari
hati terdalam, dicerna oleh pikiranku yang sehat, membuat urat-uratku menegang
hingga aku gugup dan bergetar hanya sampai ditenggoranku.
Di taman ini kami sekarang berada, taman belakang masjid
salman ITB. Tiga tahun yang lalu kami juga berada disini, saling diam, menahan
gugup dan perasaan yang menggebu. Sekarang, dengan pohon yang dulu masih
berdiri tegap, dengan angin yang tak bosan memberi kami kesejukan, dengan dia
yang masih ku cintai, kami bersama. Hanya sekedar mengingat yang telah lalu,
aku tau, aku masih mencintainya.
“sejak
kapan kamu pindah ke Bandung?”
“sejak
satu tahun lalu” aku tersadar dari lamunan. Ya, dulu aku hanya kuliah di
Bandung, datang dari pojokan desa yang jauh dari kata kota, menjadi salah satu
mahasiswa jurusan Psikologi di salah satu Universitas ternama disini. Hingga
setelah selesai kuliah aku bekerja di salah satu instansi penanganan kejiwaan
di Bandung, hingga akhirnya aku memutuskan pindah kesini.
“kamu
masih ingat, tiga tahun yang lalu kita berada disini? Tempat ini masih sama.
Aku slalu rindu tempat ini. Sejuk dan membuatku merasa damai.”
“tentu
saja, walau kamu tak pernah kesini lagi, aku slalu mendatangi taman ini, ini
menjadi tempat favorit kita dulu, dan sekarang hanya jadi tempat favoritku”
“benarkah?
Ah.. rasanya aku ingin pindah saja kesini”
“pindah
saja atuh, pak Ridwan Kamil gak bakal
ngusir kamu ko”
“hahaha”
dan kami tertawa bersama.
Hatiku menghangat. Tempat ini, tawa ini, kebahagiaan ini,
perasaan ini masih sama seperti tiga tahun yang lalu.
“Anisa,
sebenarnya aku kesini ingin memberimu ini”
Aku mengambil kertas, atau tepatnya amplop berwarna merah
maroon. Setelah ku perhatikan..
Deg! Jantungku terasa berhenti, aku harap ini hanya mimpi,
aku harap dia bukan Doni-ku, aku harap tak ada genangan air di mataku. Aku
membisu, menerima sebuah amplop, yang tepatnya, itu adalah kartu undangan
pernikahan.
“Maafkan
aku”
aku hanya bisa terdiam.
“aku
tau kamu menungguku selama ini. Tapi perasaanku tak lagi sama. Kini aku akan
menikah.”
Aku masih membisu, memperhatikan undangan yang menjadi
pelantara tanganku yang putih, kontras dengan warna tangannya yang kecoklatan.
Kuperhatikan, ada foto prewedding disana,
itu foto Doni, dengan seorang perempuan yang anggun terbalut kebaya berwarna
pink, senyum manis dengan lesung pipit yang membuatnya begitu tampak menawan.
Aku melihat Doni disamping perempuan itu, tersenyum menggenggam tangan
perempuan itu, aku melihat Doni sangat bahagia.
Aku masih membisu.
Aku raih kartu undangan itu, kini, ia tepat berada dalam
genggamanku. Doni menatapku nanar.
“selamat.
Aku tak tau akan datang atau tidak”
Dan akupun mengambil langkah mundur, berbalik dan menjauh.
Kini aku merasakan ada air yang mengalir dari sudut mataku. Perasaan itu masih
tetap sama, aku masih mencintainya, hingga sampai saat ia mengatakan akan
menikah.
0 Komentar untuk "Cerpen : "Perasaan yang masih sama""
Assalamualaikum, selamat datang di web Santri Dafa