
Manusia diciptakan oleh Allah SWT. tidak sendirian. Selain malaikat, Allah SWT. juga menciptakan jin untuk bersama-sama dengan manusia beribadah kepada-Nya. Perbedaan alam seharusnya membuat mereka hidup tenang dalam dunianya masing-masing. Tapi tidak, setan dari golongan jin telah lama memendam kesumat. Superioritas mengharuskan menentang perintah Allah untuk tunduk bersujud pada Adam a.s. konsekuensinya, ia dicap sebagai makhluk durhaka dan diusir dari surge. Sejak saat itulah Iblis mendeklarasikan diri sebagai musuh umat manusia yang akan senantiasa menjerumuskan mereka ke neraka.
Allah SWT. berfirman dalam salah satu ayatnya, “Hai sekalian manusia makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikut langkah-langkah setan, karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.“ (Q.S. Al Baqarah 2: 168). Waspada! Itulah harus kita lakukan agar tidak tejerumus ke dalam jebakan setan.
Semudah itukah? Ternyata tidak. Dalam dirinya, manusia memiliki potensi hawa nafsu, muthmainah (kecenderungan pada kebaikan), lawwamah (kecenderungan untuk selalu mengingatkan pada kebaikan), serta amarah (kecenderungan pada keburukan). Yang terakhir inilah yang dijadikan peluang iblis untuk menjerumuskan manusia. Sekuat tenaga, dengan berbagai cara, dari segala penjuru, serta di setiap kesempatan, iblis tidak akan pernah berhenti melancarkan aksinya.
Irfan bin Salim ad-Dimasyqi dalam bukunya yang berjudul “Kupas Tuntas Dunia Lain” menyatakan bahwa potensi kecenderungan nafsu pada keburukan (nafsu amarah) pada manusia masih didukung oleh indra yang dapat dijadikan pintu masuk setan. Pintu-pintu tersebut adalah sebagai berikut.
1. Al Fikr (Pikiran)
Setan tentu sangat bersyukur dengan beragam media massa –baik cetak maupun elektronik- yang sangan berperan dalam membentuk pola piker manusia. Sedikit banyak, setan telah bertranspormasi dalam bentuk media-media tersebut untuk menggiring pada penghalalan yang haram dan pengharaman yang halal. Dengan metode yang teramat sangat rapi, kita telah tercuci, kemudian diisi oleh pola pikir yang sesat dan menyesatkan.
2. As-Sama’u (Pendengaran)
Terkadang kitang memang tidak ingin mendengar pembicaraan yag dilarang. Namun setan akan berkata, “Sekadar mendengarkan tidak apa-apa. Asalkan tidak berkomentar” Katanya lagi, “Akan terlihat tidak sopan kalau kita tidak mendengarkan yang dibicarkan teman kita, bukan?” Tidak sopan? Bukankah, akan lebih tidak sopan lagi kalau dosa-dosa itu ditumpukkan ke pundak kita, sedangkan kita tidak sedikit pun menginginkannya?
3. Al-Bashor (Pandangan)
Jika kita melihat sesuatu yang seharusnya tidak dilihat, salah besar kalau kita mengatakan, “Ah, pandangan pertama kan tidak apa-apa. Tidak sengaja kok.” Memang tidak disengaja, tapi bukankah kita dapat memprediksi kapan dan dimana saja pemandangan tidak –layak- tonton itu muncul? Jangan sekali-kali kita mengatakan melihat hanya sekali sedangkan kita berada diantara jutaan kemaksiatan yang yang sangat jelas terlihat.
4. Al Lisan (Lidah)
Adalah benar bahwa lidah tidak bertulang. Bukan hanya secara denotasi, secara konotasinya pun lidah begitu lentur diajak berbicara mengenai apapun. Bukan hanya kebaikan, tetapi juga kejelekkan. Sebuah topik bisa dibahas secara panjang lebar tanpa bisa dibatasi. Bumbu-bumbu pembicaraan tidak saja berasal dari bahan-bahan yang positif, yang negatif pun terkadang terlalu sayang untuk dilewatkan. Kemudian, timbullah fitnah, gunjingan, juga bermacam kosa kata buruk lainnya.
5. Al Hiss (Perasaan)
Ketika salah seorang yang kita cintai meninggal dunia, maka secara manusiawi kita tidak dilarang untuk meneteskan air mata. Namun ketika air mata yang menetes itu sebagai sebuah perlambang ketidakrelaan atas kepergian orang yang kita cintai, maka jin berperan besar dalam hal ini. Bukan hanya sedih, segala jenis perasaan bisa berpeluang ditungganginya. Luapan kebahagiaan bisa membuat kita lupa bersyukur kepada Sang Pemberi Kebahagiaan.
Behati-hatilah menjaga indera kita karena itu adalah potensi bagi masuknya setan kedalam jiwa. Imam Ibnul Qayyim membagi gangguan setan kedalam enam level. Disetiap level, setan memiliki konsentrasi tujuan. Jika tidak berhasil, mereka akan menaikkan misi ke level selanjutnya. Keenam level tersebut adalah sebagai berikut.
- Lebih menyibukkan diri dengan perbuatan baik ketimbang yang lebih baik drinya. Pada level ini, setan menjejali manusia dengan konsep kemalasan. Diharapkan, stagnasi yang terjadi dapat membuka jalan menuju strategi level selanjutnya.
- Menyibukkan diri dengan sesuatu yang mubah. Pada level ini, setan masih belum mengajak manusia berbuat dosa. Ia hanya membuat manusia terlena dengan perbuatan yang tidak mendatangkan pahala maupun dosa.
- Dosa-dosa kecil. “Hanya dosa kecil bukankah dengan istighfar, dosa-dosa tersebut terampuni?” begitu kata setan.
- Dosa-dosa besar dengan berbagai macamnya. Setan berusaha ekstra untuk melancarkan misi pada level ini. Jalaluddin Rahmat dalam kata pengantar buku “Akibat Dosa” karya Sayid Hasyim ar-Rasuli al-Mahallati menyebutkan delapan belas macam dosa besar yaitu: syirik menyekutukan Allah, putus asa dari rahmat dan kasih Allah, merasa aman dari azab Allah, durhaka kepada orang tua, membunuh yang diharamkan Allah kecuali dengan hak, menuduh berzina kepada perempuan yang bersih, memakan harta anak yatim, lari dari medan pertempuran, memakan riba, sihir, berzina, sumpah palsu untuk membela kedurhakaan, berkhianat dalam urusan harta (rampasan perang), tidak membayar zakat yang diwajibkan, kesaksian palsu dan menyembunyikan kesaksian, minum-minuman keras (khamr), meninggalkan shalat atau apa saja yang telah diwajibkan Allah dengan sengaja, memutuskan janji dan persaudaraan.
- Bid’ah. Di level ini, setan menyamarkan perbuatan-perbuatan haram untuk selanjutnya menghalalkannya. Berlatar budaya, kelaziman, norma dan etika, setan menjadikan perbuatan syirik tidak terlihat seperti sebagaimana mestinya. Jabir r.a berkata, Rasulullah SAW. bersabda, “Ketahuilah bahwa sebaik-baik ucapan adalah kitab Allah SWT (Al Qur’an), sebaik-baik petun juk adalah ucapan Muhammad SAW. , dan sejelek-jelek perkar agama sepeninggalku adalah melakukan sesuatu yang baru dalam agama, yang demikian itu disebut bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat…” (HR. Muslim)
- Kekufuran dan syirik serta melawan Allah beserta Rasul-Nya. Adalah sebuah kebanggaan tersendiri bagi setan ketika strategi pada level ini berjalan mulus. “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.” (Q.S. An-Nisa 4: 116)
Tentu saja kita, kita tidak akan membiarkan begitu saja setan merayakan keberhasilannya. Kalau setan memiliki strategi, kita pun tidak boleh kalah cerdik. Yang dapat kita lakukan untuk menandingi strategi setan tersebut diatas adalah sebagi berikut :
- Berdo’a agar senantiasa dijauhkan dari perangkap setan . Bagaimana pun, manusia adalah makhluk yang lemah dan senantiasa menuruti hawa nafsunya. Dengan berdo’a kita akan selalu diingatkan untuk berdzikir kepada Allah SWT. Dzikir dapat meneguhkan keimanan dari bermacam terpaan godaan yang senantiasa dilancarkan setan.
- Jangan berhenti menimba ilmu. Satu dosa mungkin saja dikemas dalam puluhan, bahkan ribuan bentuk yang dapat membuat kita terkecoh. Namun tidak demikian halnya apabila kita memiliki kapasitas keilmuan yang memadai.
- Istiqomah dalam beramal shaleh. Memang, tidak selamanya amal baik kita dapat dipahami orang lain, namun hal itu bukan berarti kita harus meninggalkannya. Kalau Anda menganggap orang lain bisa bercita-cita menunaikan ibadah haji karena mereka mampu, sedangkan pendapatan kita pas-pasan, maka bukan berarti panggilan itu tidak akan pernah ditujukan kepada kita. Teruslah teguh berikhtiar dan Allah SWT. akan memberikan jalan.
- Ketika terlanjur mengikuti kemauan setan dengan berbuat dosa, pintu maaf-Nya senantiasa terbuka lebar. Bertobatlah. Ust. Aam Amiruddin mengemukakan tiga elemen penting dalam bertaubat. Pertama, berhenti sama sekali dari perbuatan dosa yang pernah dilakukan. Kedua, berjanji tidak mengulangi dosa dimasa yang akan datang. Ketiga, recovery, mengimbangi dosa yang telah kita perbuat dengan amal shaleh. Seperti, disebutkan dalam Q.S Al Furqan (25) ayat 70-71, “Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman, dan mengerjakan amal shaleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi maha Penyayang dan orang yang bertaubat dan mengerjakan amal shaleh maka sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenarnya.”
Begitulah, kita tidak boleh membiarkan diri kita terjerumus dan takluk pada pada rayuan musuh sejelas-jelasnya musuh. Kalau Anda mengira bahwa Anda sendirian ketika membaca artikel ini, maka Anda salah besar. Di samping Anda ada teman yang tak diundang yang kedatangannya tidak bisa dihindarkan walau Anda tidak melihatnya. Percayalah, dia tidak akan tinggal diam menyaksikan Anda membulatkan tekad untuk senantiasa memeranginya. Berjuanglah!
0 Komentar untuk "Musuh : Kemarin, Kini dan Esok Hari"
Assalamualaikum, selamat datang di web Santri Dafa